Petirtaan JOLOTUNDO


Minggu kemarin kami (keluarga Ai Midas) memanfaatkan liburan singkat pergi ke Jolotundo.

Berada di kawasan desa Seloliman - Trawas - Mojokerto - Jawa Timur. Tepatnya di kaki gunung Penanggungan.

Jolotundo merupakan kawasan wisata yang berhawa sejuk dengan suasana yang nyaman.

Perjalanan yang di tempuh lumayan singkat. Sekalipun ada beberapa jalan yang rusak tapi relatif mudah dilalui. Hanya saja mendekati pintu masuk, jalan semakin menanjak dan membuat motor harus "bekerja keras"....... hehehehe, liburan yang benar-benar seru!!

Jolotundo merupakan situs candi yang di bangun oleh Raja Udayana (Bali) yang menikah dengan Putri Mahendradatta, saudari dari Raja Dharmawangsa Teguh yang memerintah Kerajaan Medang (Jawa Timur).

Raja Udayana membangun Jolotundo sebagai hadiah kelahiran putra-nya yang kelak menjadi raja bernama Airlangga yang mendirikan kerajaan Kahuripan di wilayah Penanggungan. Yang nantinya, melalui proses sejarah yang panjang kerajaan Kahuripan ini menjadi bagian wilayah kekuasaan Majapahit.

Candi ini merupakan candi Hindu yang dibangun pada sekitar abad ke sembilan masehi dengan susunan batu andesit yang rapi dan pahatan yang halus membentuk sebuah kolam besar seluas kira-kira 1.180 m2.

Uniknya terdapat banyak lubang pancuran yang mengeluarkan air murni dari sumber air Penanggungan pada dinding-dinding candi. Pancuran ini tidak pernah berhenti mengeluarkan air sekalipun musim kemarau berlangsung.

Kolam candi Jolotundo tersusun seperti tiga tingkatan. Tingkat yang paling bawah berisi berbagai macam ikan liar yang entah mulai kapan sudah berada di tempat itu. Tidak ada pengunjung yang berani mengambil ikan-ikan gemuk ini.

Di bagian kiri dan kanan tingkat pertama ini ada batu yang sengaja disusun berbaris sebagai jalan menuju bilik mandi. Masing-masing bilik mandi ini terpisah antara bilik mandi laki-laki (timur) dan perempuan (barat) yang posisi keduanya lebih tinggi dari kolam ikan.

Di tengah-tengah antara bilik mandi itu ada tempat yang lebih tinggi lagi berupa tempat yang biasa dipakai oleh orang-orang untuk semadi di hari-hari tertentu.

Di bagian paling atas di balik candi utama ini ada susunan batu besar yang di bawahnya terdapat banyak sesaji. Jadi saya menyimpulkan, selain di bangunan candi tadi banyak juga orang yang bersemadi di depan batu besar ini. Ada bau dupa yang bertebaran dan harum.

Selain candi utama, di sebelah tenggara ada beberapa bongkahan batu-batu candi yang tersusun rapi. saya penasaran bagaimana dulu bentuknya. Mungkin saja susunan aslinya dulu rusak karena berbagai sebab alam atau usia.

Sayang sekali, saya berusaha membayangkan bentuk candi yang hancur itu dan tetap belum menemukan gambaran jelasnya.

Persis di depan bongkahan-bongkahan batu itu ada bebarapa yang dikonstruksi ulang, dan tetap saja belum jelas bentuknya. Tapi tetap indah dipandang.


Air yang mengucur dari petirtaan Jolotundo ini merupakan air yang murni, menurut beberapa sumber yang saya baca, beberapa ahli sudah melakukan penelitian di tempat ini dan menyatakan air di situs Jolotundo merupakan air murni yang terbaik peringkat ke tiga di dunia. Tidak heran ada banyak tempat air yang sengaja disiapkan untuk dijual kepada wisatawan yang ingin membawa pulang air Jolotundo sebagai oleh-oleh.

Alih-alih membuktikan kebenaran cerita tersebut saya meminum air yang keluar dari pancurannya, dan rasanya memang sangat segar. Airnya sangat jernih. Sama sekali tidak ada kotoran-nya dan benar-benar membuat saya ingin terus meminumnya.

Selain minum air yang murni dan segar, belum lengkap rasanya kalau kunjungan ke Jolotundo ini dilewatkan begitu saja tanpa mandi di situ.

Kami masuk ke bilik mandi yang tersedia dan mandi dengan air sumber yang langsung keluar dari pancuran bilik. Rasanya.....wooooooow.....segar sekali. Semua rasa lelah hilang seketika. Kesejukannya benar-benar luar biasa.

Hmmm, mandi dengan air yang terbaik memang memiliki sensasi yang berbeda. TAPI, jangan mandi di bilik candi dengan menggunakan sabun ya, karena bisa merusak lingkungan di sekitarnya juga meracuni ikan-ikan yang ada di kolam bawah.

Banyak orang percaya air di petirtaan Jolotundo ini bisa menjadikan awet muda! Bahkan ada yang sengaja "ngalap berkah" di tempat ini. Konon tempat ini juga dipercaya sebagai tempat Raja Airlangga bertapa. Sehingga dipercaya pula merupakan tempat sakral dengan energi magis yang tinggi. Banyak orang percaya keinginan mereka bisa terkabul dengan mudah kalau semadi ataupun berdoa di sana.

Apapun tujuannya, Jolotundo memang adalah tempat wisata yang nyaman dan menarik!





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"danau dua rasa"

Jauh di pedalaman Kalimantan Timur sana, terbentanglah Danau Labuan Cermin atau "danau dua rasa". Danau bening ini istimewa karena memiliki laut di dasarnya. Laut di dasar danau? Benar, danau ini memiliki aliran air asin yang hanya ada di bagian bawah danau.


Labuan Cermin terletak di Kecamatan Biduk-biduk, Kalimantan Timur. Jika dilihat di peta, letaknya tepat di punggung hidung Kalimantan. Tempat ini bisa ditempuh dalam tiga jam perjalanan laut dari Derawan.

Bagian atas Danau Labuan Cermin berisi air tawar seperti danau pada umumnya. Namun beberapa meter di bawahnya terdapat aliran air asin. Anehnya, kedua jenis air ini tidak tercampur. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa air laut dan air tawar dipisahkan oleh lapisan serupa awan.

Belum ada yang melakukan penelitian di daerah ini sehingga terbentuknya fenomena ini masih menjadi misteri.

Lapisan keruh berwarna putih itu diduga hasil pembusukan organisme dasar labuhan yang terperangkap dan tak bisa pergi. Dua jenis air di danau ini juga menghadirkan organisme dari dua dunia. Ikan air tawar hidup di permukaan, sedangkan ikan air laut bisa ditemukan di dasar danau.

Saat saya kesana, kebetulan lapisan air tawar sedang tipis. Awak kapal menyelam dan sempat mencicipi air asin di kedalaman sekitar dua meter. Rupanya ketebalan lapisan air tawar dan air asin bisa berubah sesuai dengan pasang-surut air laut.

Danau mungil ini dikelilingi hutan dan ada tebing menjulang tinggi di salah satu sisinya. Sambil berenang kami disuguhi musik hutan — suara burung dan serangga. Tak mengherankan jika danau ini diberi nama Labuan Cermin: airnya jernih sekali sampai orang bisa bercermin di atasnya. Arus di beberapa tempat cukup kuat dan mudah menyeret orang yang tak bisa berenang.

Untuk menuju tempat ini kami harus menumpang sampan nelayan dan melewati perjalanan selama 15 menit, menembus semak bakau dan hutan. Hutan itu masih dihuni aneka binatang liar seperti monyet, bekantan, berang-berang dan beruang madu.

Karena jaraknya cukup jauh dari kota, jarang atau hampir tidak ada turis yang berkunjung ke sini. Tempat ini hanya dikenal oleh orang-orang lokal dari sekitar daerah itu. Fasilitas dan prasarana pun masih seadanya. Tempat kami menginap adalah sebuah Pusat Informasi Nelayan (PIN) binaan The Nature Conservancy, lembaga pegiat pelestarian lingkungan yang mengundang saya mengunjungi tempat ini.

PIN berbentuk rumah panggung di tepi muara sebuah sungai, hanya beberapa ratus meter dari laut. Rumah itu punya semacam dermaga kecil tempat menambatkan perahu. Sungai di depan PIN berair payau. Kadar keasinannya tergantung pada pasang-surut air laut. Ketika laut surut, sungai berubah menjadi sangat jernih sehingga dasarnya dapat dilihat dengan jelas.


Dari beranda kita bisa melihat ikan berseliweran. Ardi, anak nelayan yang suka bermain di PIN menjelaskan pada kami jenis-jenis ikan itu. Ada ikan yang banyak durinya, ada ikan yang menyengat dan ikan yang bertubuh pipih panjang. Tak hanya dikunjungi oleh para nelayan, PIN juga menjadi tempat berkumpul anak-anak nelayan yang hendak menonton film tentang kehidupan laut atau membaca koleksi perpustakaan.

Hari mulai gelap saat beberapa nelayan berangkat melaut. Adapun kami menghabiskan malam dengan minum kopi di beranda dan menatap air sungai dan bulan nyaris purnama. Suasana damai yang tak bisa ditemui di kota.

sumber >> http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/67-danau-dua-rasa

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BUKIT SIGUNTANG - PALEMBANG



Terletak di Kelurahan Bukit Lama-Palembang, tempatnya berada pada kontur yang lebih tinggi di banding daerah sekitarnya. Penuh pepohonan yang rindang.

Mulanya sebagai pendatang baru saya mengira itu adalah "taman kota". Padahal ternyata bukan. Lalu tempat apa ini sebenarnya?

Waktu itu saya hanya berniat mampir melihat-lihat saja tanpa tahu isi persis di dalam area sejuk yang luas itu. Digerakkan oleh rasa penasaran, saya masuk ke lokasi tersebut yang ternyata di pintu gerbangnya ada pos keamanan semacam loket karcis masuk. Tapi pada waktu itu saya tidak membayar apa-apa hehehhehehhe..... (mungkin karena terlalu sore maka tidak ada penjaga yang berjaga di situ, entahlah....)

Dengan sepeda motor saya mengelilingi area Bukit siguntang yang ternyata sangat luas, untunglah jalan-nya sudah di aspal. tapi untuk menuju ke bagian "taman" yang lebih dalam, saya harus bejalan kaki. (Alhasil saya parkir motor saya di dekat pos penjagaan tadi.)

Saya kemali menyusuri jalan setapak yang ada, dan tiba-tiba....... syuuuuut, saya terpeleset!! Kondisi di daerah ini sangat bagus, tapi juga lembab hingga jalan-jalan tertentu begitu licin dan berlumut. Ada beberapa bangunan yang dikelilingi kolam air. saya tidak tahu persis apa fungsinya, tapi bangunan-bangunan di kompleks area tersebut bernilai artistik.



Dengan rasa penasaran yang belum hilang saya terus menyusuri Bukit Siguntang ini hingga langkah saya terhenti di suatu tempat yang menjawab semua rasa penasaran saya. Bukit Siguntang ternyata adalah area pemakaman tokoh-tokoh kuno penting yang berkaitan dengan cikal bakal kota Palembang yaitu kerajaan Sriwijaya, antara lain adalah Putri Kembang Dadar, Putri Rambut Selako, Panglima bagus Kuning, Panglima Tuan Junjungan, Panglima Bagus Karang dan Panglima Raja batu Api serta Raja Gentar Alam.


Jadi bisa dikatakan Bukit Siguntang merupakan tempat bersejarah bagi kota Palembang. Nuansa keramat masih terasa di tempat ini, bagus memang tapi terkesan kurang terawat. Bagaimanapun Bukit Siguntang adalah taman purbakala bersejarah yang pantas dikunjungi.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MADAKARIPURA


Kali ini saya akan berbagi cerita tentang perjalanan saya ke air terjun Madakaripura.

Lokasi Madakaripura tidak jauh dari Bromo, hanya beberapa kilo saja. Jadi kalau pergi ke Bromo bergaul dengan pasir dan debu, jangan lupa sekalian mampir berbasah-basah dengan air di air terjun ini. Pergi saja ke arah Probolinggo (utara), kalau naik sepeda motorpun tidak sampai menghabiskan waktu 1 jam. Hanya sekitar 5 km dari desa Sukapura

Tidak sulit kalau mau pergi ke Madakaripura. Bagi yang suka naik mobil pun tidak perlu kuatir karena medan-nya sangat bersahabat. Jalan menuju ke Madakaripura sudah di aspal mulus dengan pemandangan pegunungan hijau dan sejuk di sepanjang kiri kanan jalan.

Setelah melewati jalan aspal yang mulus, dan melewati pintu masuk wisata air Madakaripura kita bisa memarkir kendaraan kita di area parkir yang sudah disediakan. Cukup Luas tempat parkirnya.

Dan di tempat parkir inilah biasanya kita dihampiri oleh beberapa penduduk lokal yang menawarkan diri menjadi guide dan menemani perjalanan kita sambil menceritakan sejarah air terjun Madakaripura.


Dari area parkir, kita masih harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama sekitar 15-30 menit (tergantung jalan-nya lambat atau cepat). Karena kita masih harus menyeberang sungai sebanyak 3-4 kali. Bagi yang suka dan terbiasa berpetualang, medan-nya memang seru tapi tetap perlu berhati - hati karena banyak bebatuan dan terkadang juga ada longsoran dari tebing-tebing di sekitarnya.

Menurut pengalaman saya jangan terlalu sore kalau turun ke lokasi air terjun kecuali kalau berada dalam rombongan yang "banyak", karena konon tempat ini "wingit", lagipula terlalu sepi dan berbahaya kalau sendirian di tempat seperti ini sore hari.
Konon Patih Gajah Mada dulu menghabiskan sisa hidupnya dengan bersemedi di air tejun ini. Hmmm... makanya disebut "Madakaripura"

Tinggi air terjun Madakaripura adalah sekitar 200 meter dimana air jatuh dari tebing batu yang berbentuk hampir melingkar seperti cerukan. Jadi kalau kita berada di lokasi utama Madakaripura ini kita akan merasa berada di dalam sebuah benteng tinggi tanpa pintu. Indah dan was-was rasanya. Bayangkan kalau ada banjir dan longsor akan sangat bisa kita terjebak di sini.


Sangat perlu mempertimbangkan kondisi cuaca saat kita memutuskan untuk pergi ke tempat ini. Itu pula yang menjadi sebab bahwa pengelola akan menutup tempat wisata ini bagi pengunjung apabila diperkirakan akan ada hujan dan longsor.


Ya, bersenang - senang dan berpetualang memang perlu tapi tetap lebih perlu memperhatikan keselamatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS